Selasa, 04 April 2017

Rumah di Pinggiran Surga, Mau? Lakukan ini!


Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Saya ada pengalaman yang perlu saya share ya, ini hampir sama dengan kasus kunci dan flashdisk saya yang pernah saya ceritakan beberapa waktu yang lalu. Baiklah sahabatku, saya akan memulai cerita saya ya.

Sebenarnya ini tentang seseorang yang suka sekali dengan berargumen atau ngajak debat lebih tepatnya. Yang saya maksudkan adalah debat atau berargumen yang negatif ya sahabatku, yang tidak berlandaskan ilmu. Berbeda jika debat tersebut ditujukan oleh dr. Zakir Naik, justru dia menjadi contoh yang baik bagi umat Islam. Dia menguasai kitab lain untuk mengajak debat tentang Islam kepada orang non-muslim. Masyaallah, itu sangat mulia bahkan beliau telah mengislamkan banyak orang. Dia berdebat dengan berlandaskan ilmu pengetahuan yang ia kuasai, namun masih saja ya banyak yang mencela.

Kembali lagi ke pembahasan awal tentang debat yang negatif ya sahabatku. Menurut kalian,  bagaimana sih perasaan kalian ketika ada yang berargumen atau posting di sosial media tentang sesuatu yang berbeda pemikiran dengan kalian terlebih soal agama? Ada rasa jengkel, marah atau sejenisnya kan? Itu seperti yang saya rasakan saat itu. Namun sahabatku, mau berkomentar atau bisa dibilang berdebat justru tidak akan menyelesaikan masalah akan tetapi masalah baru akan muncul.  Jadi, alangkah baiknya untuk diam saja. Itu menjadi prinsip saya ketika ada orang yang selalu ingin ngajak diskusi yang lebih condong ke perdebatan negatif dengan tujuan memojokkan saya.

Seperti dalam hadits,
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia mengucapkan sesuatu yang baik atau diam” (HR. Bukhari& Muslim)

Saya selalu melihat orang itu memposting sesuatu yang selalu bertentangan dengan apa yang saya pikirkan, sampai suatu saat dia memposting sesuatu dengan mencela ulama internasional (Tahu dong siapa? :D) yang notabene saudaranya sendiri (Muslim). Tangan saya rasanya gatal ingin berkomentar, ketika saya sudah mengetik dengan kata-kata yang bisa dibilang lebih halus namun Allah telah melarang saya buat melakukan itu. Tahu darimana saya bisa berkata semacam itu? Saya berpositif thinking saja dengan Allah dan itu seperti yang telah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sarankan bahwa Allah itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Ketika itu, saya sudah mengetikkan kata-kata yang siap untuk saya kirim pada komentar dari postingan sosial media orang tersebut, namun tiba-tiba hape saya tidak bisa mengetik dan halaman page tersebut harus di road. Sekejap saya membuang nafas karena saat itu saya dalam perasaan jengkel. Beberapa menit kemudian saya mencoba untuk berpikir lebih jernih “Astaghfirullah, maafkan saya. Terimakasih Ya Allah sudah mencegah saya” kurang lebih kata-kata itu yang ada dibenak saya, kemudian saya semakin tenang dan lebih tenang.

Benar saja, bahwa itu tidak sesuai dengan apa yang menjadi prinsip saya sejak awal untuk tidak berdebat atau berkomentar tentang postingan yang semacam itu. Saya ingat bahwa berdebat itu tidaklah baik dan selain itu tidak disarankan seperti dalam hadits,
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya orang yang paling dimurkai oleh Allah adalah orang yang selalu mendebat" (HR. Bukhari&Muslim)

Saya menyadari bahwa saya kurang ilmu jika diajak untuk berdebat, justru yang ada hanyalah kekesalan atau bahkan kebencian. Dan hal tersebut yang menjadi alasan kenapa Islam sangat tidak suka kepada orang yang berdebat tentang hal yang tidak berlandaskan ilmu.

Namun tetap saja banyak orang yang nyolot dengan pendapatnya sendiri. Dia lebih mementingkan logikanya daripada apa yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Saya sangat menyesalkan jika saudaraku muslim yang selalu berdebat (yg negatif) dengan mengedepankan logika dan egonya. Ingatlah bahwa keputusan atau debat yang hanya dilandaskan atas logika atau ego justru akan menghancurkan diri sendiri.

Meredam ego dan tidak berfikir yang negatif kepada sesama saudara muslim atau pun non-muslim akan membuat hati sahabatku lebih adem, tenang dan kalian bahkan akan lebih dewasa dalam mengambil keputusan. Percayalah sahabatku, ketika kalian bertemu dengan perdebatan yang justru menimbulkan kebencian lebih baik dengarkan dan diam. Walaupun sesaat kalian memiliki perasaan yang meledak-ledak, namun beberapa waktu kemudian kalian justru akan menemukan jawaban yang benar dan tidak menyesalinya.

Apakah kalian tidak menginginkan rumah di pinggiran surga? ya rumah itu ditujukan buat sahabatku yang bisa meninggalkan perdebatan. Seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Saya memberikan jaminan rumah di pinggir surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar. Saya memberikan jaminan rumah di tengah surga bagi yang meninggalkan kedustaan walaupun dia bercanda. Saya memberikan jaminan rumah di surga yang tinggu bagi yang membaguskan akhlaqnya” (HR. Abu Dawud)

Masyaallah, indah banget kan?

Jika ingin berdebat sekelas dr. Zakir Naik maka yang perlu kalian miliki adalah ILMU. Ya, tidak hanya memposting atau berargumen dengan menjelekkan oknum tertentu baik dengan dukungan artikel ataupun tidak. Sebab artikel pada website juga belum tentu valid kan, bahkan banyak kok website yang suka memojokkan tokoh-tokoh tertentu padahal mereka juga muslim.

Jangan sampai ya hal tersebut terjadi pada kalian, naudzubillah min dzalik. Inget, hahwa mereka itu adalah saudara muslim kalian sendiri.

Saya sharing kisah saya ini karena saya tidak ingin orang lain terpancing dengan perdebatan atau argumen orang yang tidak sependapat dengan sahabatku terutama jika bersangkutan dengan agama. Topik mengenai agama itu sangat sensitif sahabatku, jadi harus hati-hati dalam menanggapinya. Jadi, manfaatkan sosial media dengan bijak dan baik ya sahabatku. Amalan baik bisa datang mengalir melalui sosial media loh sahabat. Oiya pembahasan ini mungkin the next ya.

Mungkin cukup dulu ya sahabatku, semoga pengalaman saya ini bermanfaat. Saya sendiri bukanlah makhluk yang sempurna ya sahabat, maaf kalau ada kalimat atau konten yang menyinggung sahabat.

Terimaksih, wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh