Rabu, 07 Maret 2018

Pelarangan Cadar?

Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Beberapa waktu lalu terdengar keputusan yang membuat saya pribadi shock saat mendengarnya, pasalnya universitas yang menjadi tempat saya menimba ilmu harus menerapkan pelarangan cadar. Banyak berita simpang-siur bukan karena isunya hoax atau tidak melainkan alasan penerapan cadar itu sendiri. Saya tidak akan membahas mengenai siapa yang memberikan kebijakan dan siapa saja yang ikut campur di dalamnya namun saya akan lebih mengkritisi mengenai alasan pelarangan cadar tersebut.

 Hingga saat ini cadar menjadi momok yang kurang baik di mata masyarakat. Cadar masih diidentikkan dengan pakaian budaya orang Arab sehingga ada sebagian orang di Indonesia tidak setuju jika cadar diterapkan di Indonesia karena tidak sesuai dengan budaya . Tidak hanya itu, bahkan sebagian orang lainnya juga mengidentikkan cadar dengan aliran yang radikal. Subhanallah

Baiklah, jika cadar adalah pakaian orang radikal tentu mereka sudah melakukan aksi radikal yang membahayakan masyarakat dan pemerintah, bukan? Namun, jika kita melihat langsung maka kita tidak akan menemukan bahwa orang bercadar adalah orang-orang radikal yang notabene melekat dengan teroris. Sangat disayangkan, sebagian masyarakat di Indonesia juga berpandangan bahwa orang bercadar adalah bagian dari ISIS. Astaghfirullah, begitu banyak stigma negatif yang masih melekat pada orang bercadar di Indonesia.

Masya Allah, saya sendiri sampai tidak sadar bahwa masih banyak orang yang berpikiran semacam itu. Bahkan saya pribadi tidak terfikirkan bahwa orang diluar sana memiliki cara pandang semacam itu. Dan yang membuat saya tidak habis pikir adalah saya melihat sebuah berita bahwa pelarangan bercadar adalah sesuai dengan arahan menag yang menginginkan kampus Islam menerapkan Islam moderat.

Astaghfirullah, jujur saya tidak terpikirkan bahwa akan ada yang bilang Islam moderat, Islam Radikal maupun Islam Liberal dan ditambah lagi akhir-akhir gencar yang menerapkan Islam Nusantara. Saya tidak habis fikir dengan penggolonngan Islam semacam ini. Jika kita mempelajari Islam secara kaffah maka kita akan tau bahwa Islam itu ya Islam, tidak ada penggolongan semacam itu. Dan setelah Rasulullah dan muncurlnya umaro’ yakni para imam 4 mahdzab, tidak ada bukan Islam hambali atau sejenisnya? Tidak ada kan? Kenapa banyak orang yang termakan dengan penggolongan semacam itu, kita disini adalah muslim. Mempelajari pedoman yang sama yakni Al-Qur’an dan Al-Hadits namun masih diantara kita yang sibuk dengan pemikiran kita masing-masing. Jika Anda ingin berijtihad maka kembali melihat diri kita, kita pantas tidak untuk berijtihad? Orang mujtahid harus memiliki kemampuan berpendapat yang seimbang dan berlandaskan ilmu yang dimiliki. Orang semacam ini tidak boleh sembarangan karena jika memutuskan sesuatu hanya dasar logika memungkinkan bisa menyesatkan diri.

Banyak masyarakat yang belum tahu bahwa cadar bukanlah budaya dari bangsa Arab melainkan sudah dianjurkan dalam Islam. Memang dalam Al-Qur’an dan hadits tidak ada penggunaan cadar melainkan berdasarkan pendapat dari imam 4 mahdzab bahwa cadar ini hukumnya sunnah (dianjurkan). Sebelum membahas mengenai cadar, saya akan membahas sedikit mengenai hijab bagi perempuan. Saya ingin mengingatkan kembali pakaian seorang muslimah menurut Islam.
Perempuan dalam Islam (muslimah) notabene adalah orang yang dimuliakan bahkan sangat mulia jika melaksanakan perintah Allah dan menjauhi yang dilarang-Nya. Bahkan seorang perempuan yang menjadi sudah menjadi istri adalah pakaian bagi suaminya sehingga harus menjaga diri dengan baik. Kadang kita tidak mengerti bagaimana menjadi muslimah yang baik, ukhtyfillah manusia itu tidak ada yang sempurna. Setiap orang pasti memiliki kesalahan namun untuk mencapai muslimah yang baik maka kita harus mengusahakannya.

Pakaian dalam Islam tidak hanya sekedar menutup diri saja melainkan juga sebagai wujud ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala. Dalam Qur’an surat Al- A’raf ayat ke 26, Allah berfirman bahwa Hai Anak Adam sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada pakaian untuk menurupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.

Perintah Allah untuk menutup aurat itu sudah jelas sehingga haram hukumnya bagi perempuan yang sudah baligh keluar dengan membuka aurat. Di ayat lain juga mengatakan mengenai aurat yakni pada Qur’an surat An-Nur ayat 31, Allah berfirman ‘Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak padanya dan hedaklah mereka menutupkan kain jilbab ke dadanya.

Bahkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Rasulullah shallallahi ‘alaihi wassalam bersabda kepada Asma’ radhiallahu ‘anhu, “Wahai Asma’ sesungguhnya wanita itu apabila telah dewasa tidak layak kelihatan darinya kecuali ini dan ini (sembari beliau menunjuk ke wajah dan kedua tangan beliau)”

Jadi sudah jelas, kan? Bahwa perempuan itu harus menurup aurat dengan sempuran yakni hanya menampakkan wajah dan tangan sehingga sepantasnya untuk mememperbaiki diri kita ya ukhtyfillah, jangan sampai membentuk tubuh. Dalam hadits juga mejelaskan mengenai masalah ini yakni  hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda “Ada dua golongnan dari penduduk meraka yang belum pernah aku lihat sebelumnya: satu, suatu kaum yang memiliki cambuk seperti seekor sapi untuk memukul manusia, dan dua, para wanita berpakaian telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya walaupun baunya tercium selama perjalamam sekian dan sekian.
Naudzubillah min dzalik ya, sebaiknya sedini mungkin untuk segera hijrah. Yang dulunya suka berpakaian ketat dan memakai celana jeans, sekarang pindah dengan gamis yang lebih syar’i. Yang dulunya jilbab masih keliatan bentuk (maaf) dadanya sekarang berhijrah mengenakan khimar. Masya Allah, indah banget loh sebenarnya pakaian perempuan itu.

Meskipun sudah menggunakan pakaian syar’i sebaiknya hindari tabaruj yakni berhias atau keliatan menonjol. Sebab, tabaruj sama saja dengan yang dilakukan oleh orangg-orang jahiliyah bangsa Arab terdahulu. Maka dari itu, mari kita koreksi lagi ya ukhtyfillah, tujuan kita berpakaian syar’i itu untuk siapa sih? Bagaimana niat yang benar? Seorang muslimah itu sangat mulia termasuk rasa malu itu sendiri. Malu bisa menghindarkan diri kita dari rasa ujub, riya’ bahkan sombong. Dengan malu, muslimah akan terlihat lebih mulia di hadapan Allah.

Baiklah, setelah membahas mengenai berpakaian muslimah yang benar dan sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-hadits, saatnya untuk mengulas mengenai cadar. Kan penulis bilang bahwa aurat perempuan wajah dan tangan jadi nggak harus pakai cadar, dong? Benar, seperti yang sudah saya bilang diatas yang uktyfillah bahwa cadar hukumnya dianjurkan atau sunnah. Jadi kalau ada yang nggak make cadar ya silahkan dan yang pake cadar, silahkan malah jauh lebih baik.

Esensi cadar saat ini antara tren bagi yang sedang hijrah dan terkesan radikal bagi yang belum mengerti ilmunya. Walaupun banyak yang pro dan kontra mengenai mengenakan cadar sebaiknya kita saling menghargai. Seperti imam 4 madzab, mereka berbeda pendapat namun mereka saling menghargai dan tidak ada pertikaian, kenapa kita tidak bisa belajar dari mereka kan?

Memang cadar tidak diwajibkan bagi seorang muslimah namun imam 4 mahdzab mengatakan bahwa cadar sangat dianjurkan dalam kitabnya. Namun juga ada sebagian yang mengatakan bahwa hukum cadar adalah wajib.

Sebaiknya untuk menilai orang kita harus mengetahui terlebih dahulu ilmunya, bukan? Istilahnya yakni tabayyun, mencari tahu kebenarnya sebelum menyebarkan atau memberitakan ke orang lain. Agar lebih jelas bagaimana hukum cadar sebenarnya bagi seorang muslim, berikut beberapa pendapat mengenai cadar berdasarkan 4 mahdzab:

1. Mahdzab Hanafi
Mahdzab Hanafi mengatakan bahwa mengenakan cadar hukumnya dianjurkan (sunnah) bahkan menjadi wajib apabila dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah. Ulama-ulama mahdzab hanafi juga mengatakan hal serupa seperti dalam matan Nuruul lidhah bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecual wajah dan telapak tangan dalam serta telapak yangan luar, ini pendapat lebih shahih dan merupakan mahdzab kami.

Al imam Muhammad ‘Alaa-uddin dalam Ad Duur Al Muntaqa mengatakan bahwa seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dala,. Dalam suatu riwayat juga telapak tangan luar. Begitu pula dengan suaranya namun suara bukan aurat ketika dihadapan wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah maka dilarang menampakkan wajahnya.

2. Mahdzab Maliki
Mahdzab Maliki berpendapat bahwa aurat seorang perempuan adalah semuanya kecuali wajah. Sedangkan mengenakan cadar hukumnya adalah sunnah dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama mahdzab ini mengatakan bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat.

Berdasarkan ulama mahdzab ini, Az Zarqaani mengatakan dalam kitabnya yakni Syahr Mukhtashar Khalil bahwa aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan termasuk suara. Wajah dan telapak tangan dalam maupun luar boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki maupun wanit baik sekedar melihat maupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah  atau lelaki melihat wanit untuk berlezat-lezat.

Ulama besar seperti Al Qurthubi juga berkata bahwa ibnu Juwaiz Mandad (ulama besar Maliki) berkata jika seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya.
Sedangkan ulama Maliki yang mengatakan wajib adalah Al Hathab dalam kitabnya Mawahib Jaliil yakni ketahuilah jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak tangannya.

3. Mahdzab Syafi’i
Madzab syafi’i tidak hanya mengatakan bahwa cadar hukumnya sunnah melainkan juga wajib. Seperti perkataan imam syafi’i mengenai cadar, ‘Dan wanita berbeda dengan lelaki (dalam kontek pakaian ihram) maka wanita ihramnya di wajahnya sedangkan lelaki di kepalanya. Maka lelaki boleh menutup seluruh wajahnya tanpa harus dalam kondisi darurat, namun hal ini tidak berlaku untuk wanita. Dan wanita jika ia nampak pada lelaki ajnabi (bukan mahram) dan ingin menutup diri (berhijab) dari manusia maka boleh baginya untuk menjulurkan hijabnya atau sebagian kerudungnya dari atas kepalanya dan ia merenggangkan dari wajahnya sehingga ia bisa menutup wajahnya akan tetapi tetap rennggang kain dari wajahnya namun tidak boleh mengenakan niqab.

Imam Syafi’i juga mengatakan bahwa boleh bagi wanita (yang sedang ihram) untuk merenggangkan pakaiannya dari wajahnya sehingga ia menutup diri dengan pakaian tersebut dan ia merenggangkan khimarnya lalu menjulurkannya di atas wajahnya dan tidak menyentuh wajahnya.

Dan Al-Ghazali rahimanullah mengatakan,”Jika seorang wanita keluar maka hendaknya ia menundukkan pandangannya dari memandang laki-laki. Kami tidak mengatakan bahwa wajah lelaki adalah aurat bagi wanita sebagaimana wajah wanita yang merupakan aurat bagi laki-laki maka diharamkan untuk memandang jika dikhawatirkan fitnah dan jika tidak dikhawatirkan fitnah maka tidak diharamkan. Karena para lelaki senantiasa terbuka wajah-wajah mereka sejak zaman-zaman lalu dan para wanita senantiasa keluar dengan cadar. Kalau seandainya wajah adalah aurat bagi para wanita maka tentunya para lelaki diperintahkan untuk bercadar atau dilarang untuk keluar kecuali karena darurat”

Al Imam An Nawawi rahimanullah mengatakan, “ Dan diharamkan seorang lelaki dewasa memandang aurat wanita dewasa asing, demikian juga haram memandang wajahnya dan kedua tangannya tatkala dikhawatirkan fitnah dan demikian juga haram tatkala aman dari fitnah menurut pendapat yang benar.
Ibnu Qasiim rahimanullah mengatakan, “Dan seluruh tubuh wanita mereka adalah aurat kecuali wajahnya dan kedua telapak tangannya. Dan ini adalah autaynya dalam shalat, adapun di luar shalat maka auratnya adalah seluruh tubuhnya.

4. Mahdzab Hambali
Mahdzab hambali mengatakan bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh termasuk pula dengan kukunya. Hal ini disampaikan oleh Imam Ahmad Ibnu Hambal dam Zaadul Masiir. Bahkan ulama mahdzab Hambali juga mengatakan yang sama yakni aurat perempuan adalah seluruh tubuh

Jadi ya ukhty, jelas ya mau mengenakan cadar maupun tidak itu sudah menjadi keputusan ukhtyfillah. Yang terpenting saat ini adalah gadhul bashar dan tetap istiqamah di jalan Allah. Kita sebaiknya saling menghargai selama orang tersebut sesuai dengan syari’at ya. Kalau sudah melenceng dari syari’at kita harus mengkritik dan mengingatkan serta tidak lupa untuk mendo’akan agar mendapat rahmat serta hidayah-Nya.